KEKAGUMAN DENGAN TRADISI DARI SOLO



Tidak ada yang aneh dari judul artikel TRADISI DARI SOLO ini, kota solo memang jadi salah satu daerah yang masih kental akan tradisi dan adat istiadatnya, hal ini jelas terlihat dari kesinergian kasultanan keraton Solo yang memang masih berdiri apik Bersama masyarakatnya yang mayoritas masih menjunjung norma juga tradisi setempat.

Masih sangat terasa hangat dan kesopanan yang mereka hadirkan di daerah ini, meski ini adalah kali pertama saya menjelajahi Kota Solo, salah satu kota kecil di tengah pulau jawa yang terkenal dengan nada, Bahasa dan cara bicara masyarakatnya yang alus ( lembut) membuat  saya masih saja terkagum. Sekilas mengingatkan saya dengan salah satu tokoh Wanita cerdas idola saya bernama Gusti Nurul, yang memiliki nama lengkap Gusti Raden Ayu ( GRAY) Siti Nurul Kamaril Ngasarati Kusumowardhani yang merupakan putri tunggal Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara VII, seorang ningrat dari Solo. Paras cantik dan kecerdasan beliau sangat terkenal kala itu, namun yang makin membuat saya kagum adalah sosok beliau yang punya prinsip dan berani, menurut cerita beliau adalah putri kraton pertama yang menikah di usia 30 tahun, pilihan yang sangat bertentangan dengan tradisi juga kebiasaan masayarakat kala itu.  bahkan menurut cerita beliau pernah menolak laramaran Ir Soekarno karena Alasan tidak mau di poligami yang menurut saya bisa jadi simbol nyata bahwa wanita juga pantas punya peran dalam keluarga. Selain itu gemulai indah tarian beliau juga membuatnya menjadi Wanita pertama yang menari di luar area keraton demi misi memperkenalkan buadaya Indonesia ditengah kuatnya budaya tata krama dan banyaknya aturan bagi wanta jaman itu.

Masih dengan kata indah, Kedatangan kali ini ke kota Solo memang bukan tanpa tujuan, atau sekedar trip singkat seperti yang biasa saya lakuakan kala hati mulai ingin bermanja dan sejenak menjauhi polusi ibu kota.

Yups…Di kota ini satu sahabat saya melangsungkan acara pernikahan, meski jauh dan capeknya drama tertinggal kereta, saya harus tetap hadir dan menjadi salah satu saksi kebahagiaanya.

Tepat Pukul  10.00 WIB tepat seperti yang tertulis pada undangan saya sudah  tiba  di “Dalem Manto Harjo” tempat acara pesta pernikahan tersebut berlangsung. Deretan kursi ditata rapi memenuhi sisi kanan dan kiri area pendopo ber arsitektur klasik tanah Surakarta, disisakan sedikit jarak di tengah sisinya dengan gelaran karpet merah menjulang sampai ke area singgasana pelaminan. Indah dan  mewahnya pelaminan dihiasi dengan kursi berukir serta hiasan Bunga segar yang masih harum, melihatnya saja membuatku Sedikit iri hati bercampur merinding juga haru.

Gending gamelan jawa tengah berlantun mengiringi kedatangan  mempelai Wanita beserta keluarga inti yang perlahan menyusuri berkarpet merah hingga ke depan kursi pelaminan, tak lama disusul mempelai pria ditemani keluarga dan orang tuanya. Makin jadi diri ini berharu biru, disambut hangat dengan kata pembuka dari perwakilan keluarga kedua belah pihak mempelai, dilanjutkan dengan rangkaian acara adat seperti saling melempar gantal atau sirih yang diikat dengan benang putih sebagai tanda bahwa meraka sudah saling menaklukan hati dan juga tanda bakti istri kepada suami,

prosesi adat yang sering juga saya lihat di daerah lain seperti “Ngidak endhog” atau menginjak telur,prosesi dimana sang mempelai pria menginjak telur yang sudah ditata di atas nampan berhiyas berbagai bunga  lalu sang istri akan membersihkan kaki suaminya dalam posisi berlutut yang bersimbol kesopanan seorang istri kepada suami,

yang saya tau ada banyak sekali prosesi dalam acara pernikahan tidak hanya Ngidak Endhog dan melempar ganthal, masing masing prosesi biasanya memiliki arti dan doa yang baik bagi berlangsungnya kehidupan berumah tangga pengantin. Namun dari banyaknya prosesi adat yang sering saya jumpai ada satu yang bagi saya sangat menarik dan sudah sangat jarang dilakukan, yakni tradisi piring terbang, sedikit aneh memang jika dilihat dari namanya, namun saya tidak sedang menceritakan mahluk luar angkasa atau sejenisnya, piring terbang adalah cara penyambutan tamu atau penyajian hidangan pada acra pesta terutama pada acara pernikahan yang sangat menjunjung kesopanan, hal tersebut karena tamu tidak perlu capek capek mengantri dan berdiri saat menikmati mkanan, tamu akan di sediakan tempat duduk sembari menikmati prosesi acara, lalu sekelompok pemuda dengan nampan berisi piring hidangan akan membagikanya pada tamu, dimasing masing hidangan yang di sajikan juga syarat akan makna dan pesan, sajian tersebut biasa disingkat dengan  USDEK ( Unjukan, Sop,Dhaharan , Es dan Kondur) atau bila di jabarkan hidangan tersebut terdiri dari Unjukan ( minuman), unjukan ini bisa berupa  teh manis atau sirup dengan isian agar, buah dan kolang kaling yang khas dengan makanan pendamping seperti kue kecil sebagai pembuka, selanjutnya adalah Sup manten yang terkenal segar dan gurih, sajian ke tiga adalah Dhaharan ( makanan Utama), biasanya pada menu ketiga akan di hidangkan  nasi lengkap dengan kering telur dan lauk, terahir Es puter yang di sajikan sebagai hidangan penutup sekaligus tanda bahwa acara sudah selesai dan tamu harus segera kondur atau pulang.

Tradisi ini sudah sangat jarang padahal menurut saya acara penyajian hidangan seperti ini sudah sangat pas dengan tradisi kita masyarakat Indonesia yang sangat syarat dengan kesopanan dan sebagai symbol penghormatan terhadap tamu. 

 

 

 

 

Komentar

  1. Tradisi piring terbang masih bisa ditemui di daerah solo dan sekitarnya (boyolali, sragen, klaten, kartosuro, wonogiri, dan karanganyar). Tradisi ini lebih sopan dibandingkan acara pernikahan yang memakai konsep prasmanan. Makan dengan cara duduk, porsi yang sesuai, tenang, dan lebih rapi.

    Tradisi ini mengajak para tamu untuk makan dengan cara lebih sopan. Tidak perlu mengantri untuk mengambil makanan. Selain itu, mereka juga lebih leluasa menikmati acara pernikahan dan memperhatikan pengantin.

    Sedangkan di semarang sudah jarang ada tradisi seperti ini. Tradisi piring terbang emang identik dengan daerah Solo Raya.

    Artikel yang bagus kak :)

    BalasHapus
  2. Belum pernah dateng ke resepsi kayak gini, tapi kayaknya enak juga ya ngga perlu capek2 antri..hehe..
    nice info!

    BalasHapus
  3. Kangen deh menghadiri pernikahan ala piring terbang gini, selalu menanti2 bagian dessert kalau di kampung ortu saya selalu menyajikan es podheng yg khas banget rasanya dengan surup frambozen

    kangen juga jadi pabitia acara nikahan kayak gini, karena selalu heboh dengan rewangan saat meyiapkan sajian2 makanan ini, jadi keluarga besar serasa guyub banget

    BalasHapus
  4. Aku tuh suka sekali hadir ke pernikahan yang masih ada tradisi daerahnya gitu. Pada dasarnya kan hampir rata-rata di Indonesia punya tradisi ini, hanya saja memang makin ke sini para calon pengantin banyak yang enggan dengan alasan ribet dan punya biaya yang banyak, belum lagi memakan waktu yang lama hehe. Tapi kalau untuk melestarikan budaya kita, kenapa ngga yakan hehe

    BalasHapus
  5. Wah, saya ga pernah hadir di acara pernikahan seperti ini. Bener-bener kaya yah Indonesia dengan budayanya. Tapi bener juga sih, dengan cara seperti ini para tamu akan lebih fokus dengan semua prosesi yang ada yah. Menarik untuk dipertimbangkan nih. Hehehe

    BalasHapus
  6. Tradisi piring terbang ini jadi mirip kaya di rumah makan padang ya kak. Makananya disajikan, kitanya duduk cantik saja. Seru kayanya ya lihat prosesi pernikahan adat begini, apalagi Solo yang terkenal dengan prosesi adatnya

    BalasHapus
  7. Saya selalu senang dengan konsep acara acara yang masih mempertahankan adat istiadat, sampai detail detailnya, biasanya kalo konsep acaranya seperti ini, saya tidak ingin buru buru pulang dari pesta pernikahan.

    BalasHapus
  8. Tradisi Jawa memang sangat kental, tapi seringnya malah terlupakan. Semoga adat dan tradisi pernikahan ini tetap lestari.

    Dan semoga yg nulis juga cepat nikah *eh

    BalasHapus
  9. Seru ya tradisi piring terbang itu, beruntung sudah pernah merasakannya kak.
    Aku belum pernah dan tertarik mencobanya jika ada undangan yang seperti itu hehe..
    Pernah ada dan hadir di resepsi pernikahan dan ada sajian-sajian di meja yang bisa langsung disantap oleh para tamu, tapi sepertinya tetap berbeda ya dengan tradisi khas dari Solo.

    BalasHapus
  10. Kalo mau nambah lagi boleh gak ya minta lagi? Haha soalnya kadang kalo prasmanan kan bisa ambil sepuasnya yaa walaupun terlihat bar bar wkwkwkwk

    Nice artikel Kak! Jadi pengen main ke Solo.

    BalasHapus
  11. aku mikirnya tadi tradisi piring terbang malah ke tradisi padang, abis penyajiannya kaya di resto padang kalo makan di tempat hahahha, tapi ternyata malah di Solo yaa. Model tradisi makan begini di acara-acara mungkin dinilai ga memungkinkan dari segi tempat duduk, tamu dan batasan waktu acara mungkin yaa. Makanya jadi ambil sendiri dan standing party. klo aku di Tegal, masih pake tradisi besek. Pas bertamu hanya minum dan nyemil, setelahnya bawa pulang besek untuk dimakan di rumah masing-masing bareng keluarga

    BalasHapus
  12. Kirain tradisi piring terbang itu piringnya dilempar. Hahaha.... Ternyata disajikan langsung ke para tetamu ya. Padahal kalo dipikir-pikir lebih report ya, tapi mungkin itu simbol menghormati tamu. Bukankah dalam tradisi Indonesia tamu adalah raja?

    BalasHapus
  13. Berasa mahal rasanya nilai dari sebuah acara yang masih menjunjung tradisi. Dihadiahi pertunjukan asli daerah soalnya. Btw, aku juga belum pernah nih datang ke acara nikahan wong solo dg junjungan tradisi.

    BalasHapus
  14. Kalau yg terundang banyak, sampai ribuan, yg itu lazim di banyak pernikahan, wah agak repot pakai cara ini :)

    BalasHapus
  15. Seru juga ya datang ke acara seperti ini, dan saya juga jadi ingat tokoh wanita yang diceritakan Nay sama seperti yang saya dengar dan lihat di Ullen Sentalu

    BalasHapus
  16. Terakhir hadir di walimah pengantin dengan tradisi piring terbang seperti ini bulan September lalu pas pulang kampung. Enak sih tinggal duduk manis makanan dianterin. Udah jarang banget tapi yang pake beginian.

    BalasHapus
  17. Pernikahan setiap kota pasti adat nya bikin saya kagum, sy belom pernah hadir ke dalam pesta yg tradisi solo namun sering baca tradisi sana. Bagus banget dan bikin wow. Krn sekaligus bisa and ajang kulineran kota Solo.

    BalasHapus
  18. Hai Kak. Iya ya menarik banget dan sangat mengagumkan berbagai tradisi jamuan pernikahan di seluruh Indonesia, termasuk di Solo. Tradisi Usdek saya alami juga saat di Yogya.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

JUAL BELI EMAS DIGITAL, HALAL atau TIDAK ?

Resep Nasi Gandul Daging Gurih Manis Khas Pati Jawa Tengah